MENERANGKAN RUKUN IMAN YANG KE 6 ( ENAM )


Dalil Al-Qur’an tentang Qada dan Qodar :
"…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku."
[Al-Ahzab 33 :38]
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
[Al-Qamar 54 : 49]
"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu."
[Al-Hijr 15 : 21]
"Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan."
[Al-Mursalaat 77 : 22-23]
"…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa."
[Thaahaa 20 : 40]
"…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya."
[Al-Furqaan 25 : 2]
"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk."
[Al-A’laa 87 : 3]


“Dan Berimanlah kamu dengan Takdir yang baik dan buruk adalah merupakan kepastian dari Allah Ta’ala”. HR. Muslim, kitab al-Iimaan, (I/38, no. 8).

Di bagian Bab yang ini Iman (percaya) kita jangan sampai keliru, harus difikirkan matang-matang dan harus benar-benar di renungkan secara mendalam, karena Allah Ta’ala bersifat Maha Suci, masa iya……. Dzat yang Maha Suci akan menyiksa atau mengganjar (memberi pahala) nanti di akherat kelak, jadi kalau begitu Allah Ta’ala menciptakan manusia tentu mengharapkan manfaat atau mengharapkan pamrih, karena kehendaknya mau menyiksa atau mengganjar, kalau demikian halnya, sucinya Allah Ta’ala itu dapat diragukan.

Namun kita juga harus percaya pada dalil diatas, kita harus percaya kepada adanya Surga dan Neraka, atau suka dan duka nanti di akherat, karena sekarang juga di dunia, kita sudah dapat merasakan kembangnya, ada suka dan duka, ada susah ada senang dan lain sebagainya. 

“Dan Kami ciptakan segala sesuatu berpasangan-pasangan supaya kamu mendapatkan pengajaran”. (Ad Dzariyat 51 : 49).

Surga dan Neraka bukan dari Allah Ta’ala, tetapi berasal dari pada hasil tekad, ucapan dan perbuatan kita sendiri selama hidup di dunia ini, sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia cukup sekali jadi, tidak di dicicil satu persatu, “KUN FAYAKUN”, langsung jadi, cukup tidak ada kekurangan, maksud memberi cukup itu, yaitu hanya memberikan perabotnya ( perkakas/alat-alat ) saja. Apakah perabot (alat-alat) dari Allah Ta’ala? Yaitu anggota badan seperti : dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga, hidung dan mulut, serta nafsu empat perkara, yaitu nafsu Amarah, Lawamah, Sawiah dan Mutmainah.
Firman Allah Ta’ala :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya hamba-hamba(Nya)” (QS.Fussilat 41:46)

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.(QS. An Najm 53:39).
Maksudnya adalah jikalau kita ingin ke Neraka atau ingin balasan siksa, silahkan mengerjakan perbuatan dosa. Yaitu mengerjakan segala perbuatan buruk, karena sudah tersedia alat dari Allah Ta’ala yaitu: nafsu Amarah, Lawamah, dan Sawiah. Begitu pula kalau kita ingin ke surga atau kenikmatan, silahkan berbuat baik, Artinya mengerjakan amal perbuatan kebajikan, karena sudah tersedia pula alat dari-Nya yaitu, nafsu Mutmainah.
Begitulah sebenarnya, maka ada Surga dan Neraka, dunia begitu juga akherat, hasil tekad dan perbuatan kita selama di dunia, maka hasilnya bukan untuk orang lain, tetapi untuk milik kita sendiri, sejak di dunia sampai ke akherat.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah alaihisalatu wasallam bersabda: "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan." (HR Bukhari dan Muslim)

Jadi oleh sebab itu, sekarang kita semuanya harus berhati-hati, di dalam menjalankan alat dari Allah Ta’ala, harus memakai akal budi dan pemilih yang cukup, jangan terlalu banyak mempergunakan Nafsu Amarah, Lawamah dan Sawiah. Memang mustahil kalau tidak dipergunakan sama sekali, setidak-tidaknya jangan terlalu banyak, sekurang-kurangnya bisa seimbang dengan penggunaan Nafsu Mutmainah karena kita harus waspada bahwa semua hasil dari pada pekerjaan kita selama di dalam pengembaraan di alam dunia, akan menjadi miliknya sendiri, tidak akan tertukar lagi.

Bagaimanakah caranya supaya kita dapat memperbanyak menggunakan Nafsu Mutmainah dalam diri ? Tidak ada lain, kecuali kita harus berlindung kepada Allah Ta’ala dan Rosululloh, tegasnya kita harus Ma’rifat, tentu akan bisa merasa bersama-sama baik siang maupun malam dengan Allah dan Rosululloh, setiap-tiap sudah merasa tidak berpisahnya, Insya Allah biasa berbuat baik, Ibadahnya dibarengi dengan Syahnya, Negara kita juga sudah pasti akan aman, karena semua rakyatnya berkelakuan baik.

Ditulis Oleh : Unknown ~Teleng Rasa Gumilang Jati

Artikel MENERANGKAN RUKUN IMAN YANG KE 6 ( ENAM ) ini diposting oleh Unknown . Terimakasih atas kunjungan Saudara, serta kesediaan Saudara membaca artikel ini. Kritik dan Saran dapat Saudara sampaikan melalui kotak komentar. Sungguh Merasa terhormat,bila Saudara sudi berbagi melalui Komentar ini, Silahkan.... Blog ini terbuka untuk semua...